Peranan Agama Islam Terhadap
Perkembangan Iptek
Oleh:
Misbah Adroni
Ilmu adalah
sebuah pemahaman tentang suatu pengetahuan, yang memiliki fungsi untuk mencari,
menyelidiki dan menyelesaikan suatu hipotesis. Ilmu juga merupakan suatu
pengetahuan yang telah teruji kebenarannya, kemudian pengetahuan itu diselidiki
oleh para ahli dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk memastikan
kebenarannya.
Pengetahuan
adalah suatu yang diketahui atau didasari seseorang yang didapat dari
pengalamannya. Pengetahuan belum bisa dikatakan sebagai sebuah ilmu karena
kebenarannya belum teruji. Pengetahuan muncul dikarenakan seseorang menemukan
sesuatu yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Kata teknologi
bermakna mengembangkan dan penerapan berbagai peralatan atau suatu system untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Teknologi merupakan hasil olah piker manusia untuk mengembangkan
tata cara atau system tertentu dan menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan
dalam hidupnya.
Perkembangan
iptek adalah hasil dari segala langakah pemikiran untuk memperluas,
memperdalam, dan mengembangkan iptek. Hubungan agama dan iptek berdasarkan
tinjauan ideology yang mendasari hubungan keduanya, terdapat tiga jenis
paradigma:
Pertama, paradigma sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek
adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideology sekularisme barat, agama telah dipisahkan
dari kehidupan. Agama hanya dibatasi peranannya dalam hubungan pribadi manusia
dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum (public).
Paradigma ini
mencapai kematangan pada akhir abar 19 di Barat sebagai jalan keluar dari
kontradiksi ajaran Kristen dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula
ajaran Kristen dijadikan sebagai standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi
ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta
ilmu pengetahuan. Contohnya, dalam ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar
seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya bumi itu bulat
berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran
Magellan.
Kalau konsisten
dengan ajaran gereja, menurut Adian Husaini, maka fakta sains bahwa bumi bulat
tentu harus dikalahkan oleh teks Bible. Ini tidak masuk akal dan problematis.
Maka agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya
dipisahkan satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideology sosialisme yang
menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada hubungan dan kaitan
apapun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara
total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler, tapi lebih
ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekuleristik, yaitu
tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan
vertical antara manusia dan Tuhannya. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama
dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada dan dibuang sama sekali
dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada
sangkut pautnya sama sekali dengan iptek
Ketiga, paradigma islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah
dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah islam menjadi basis dari segala ilmu
pengetahuan. Aqidah islam yang terwujud dalam al-Qur’an dan al-Hadits menjadi
qa’idah fikriyah, yang menjadi landasan pemikiran dan ilmu pengetahuan.
Paradigma ini
memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah
islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama
kali turun :
“Bacalah dengan( menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan” (al-‘alaq: 1)
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna
memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi pemikirannya itu tidak
boleh lepas dari aqidah islam. Karena iqra’ haruslah dengan bismi
rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas
Aqidah Islam.
Rasulullah SAW
meletakkan Aqidah Islam yang berasas La ilaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai
asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah
itu menjadikan aqidah tersebut sebagaipondasi dan standar bagi berbagai
pengetahuan. Ini dapat ditunjukan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa
Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra
beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “gerhana matahari ini terjadi karena
meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan.
“sesungguhnya
gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran
seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan-Nya
Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” (HR. Muslim)
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah
Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena
alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungan dengan
nasib seseorang.
Inilah
paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan
seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat
dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi
cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan dunia
islam antara tahun 700-1400 M. pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan
(w. 721) sebagai ahli kimia termasyur, al-Khawarizmi (w. 780) sebagai ahli
matematika dan astronomi, al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran,
aphtamologi, dan kimia, dan masih banyak lagi.
Peran agama
Islam dalam perkembangan SAINS dan IPTEK adalah menjadikan aqidah Islam sebagai
paradigma ilmu pengetahuan. Namun saat ini, banyak umat islam yang mengikuti
paradigma sekuler dan tidak menjadikan aqidah islam sebagai landasan ilmu
pengetahuan. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan
landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan.
Ini bukan berarti menjadikan Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadikannya sebagai standar bagi segala ilmu
pengetahuan.
Maka ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Selain itu, syariat islam yang lahir dari Aqidah Islam dijadikan sebagai
standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria
inilah yang seharusnya digunakan umat Islam, bukan standar manfaat pragmatisme/
utilitarianisme seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur bahwa
boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK didasarkan pada ketentuan halal-haram
(hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah
dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK telah
diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walaupun
ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berbagai sarana
modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat
bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan
sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan,
hanya bisa 23 tusukan per menit. Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu dua minggu
untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969,
dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk
mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan. Tapi di sisi lain, tak
jarang IPTEK berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan
martabat manusia. Misalnya, bom atom pada tahun 1945 telah menewaskan ratusan
ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki. Dan juga dengan di temukannya senjata
api, hal itu meningkatkan angka kriminalitas seperti perampokan dan pembunuhan.
Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning
bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Proses
kloning inilah yang memberikan dampak paling negatif bagi umat manusia, yaitu
menumbuhkan rasa tidak percayanya keberadaan Tuhan sebagai Sang Pencipta karena
manusia menggangap bahwa mereka telah sanggup untuk menciptakan dirinya
sendiri.
Di sinilah
peran agama sebagai pedoman hidup manusia menjadi sangat begitu penting. Agama
dapat menuntun kembali manusia agar memperoleh dampak IPTEK yang positif saja,
dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin. Namun sekarang ini, posisi
agama sangat tertinggal jauh dengan perkembangan IPTEK. Banyak manusia
berlomba-lomba untuk melakukan pengembangan IPTEK tanpa diiringi dengan unsur
Etika dan Agama. Sedangkan Agama dan IPTEK harus berjalan dengan seirama,
karena Agama diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad bertujuan untuk
dijadikan pedoman dan mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan
manusia lain, dengan makhluk hidup lain, dengan alam dan dengan Tuhan-nya. Jadi
apapun kreasi yang diciptakan oleh manusia harus sesuai dengan yang diajarkan
oleh agama dan tidak boleh menyimpang.
Maka ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Selain itu, syariat islam yang lahir dari Aqidah Islam dijadikan sebagai
standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.
Di sinilah
peran agama sebagai pedoman hidup manusia menjadi sangat begitu penting. Agama
dapat menuntun kembali manusia agar memperoleh dampak IPTEK yang positif saja,
dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.
Sumber :
PAI, Tim Dosen. 2013. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di
Universitas Brawijaya
Kusmiyadi, Eko Alan. Peran Agama dalam Pengembangan Iptek, (online), (http://indo89.wordpress.com/2012/03/29/peran-agama-dalam-pengembangan-iptek/), diakses pada 16 desember 2013
http://www.fakemusic.net/
http://www.fakemusic.net/