Monday, April 28, 2014

Islam dan Iptek



Peranan Agama Islam Terhadap Perkembangan Iptek

Oleh:
Misbah Adroni

            Artikel ini didasari oleh pentingnya agama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan tujuan untuk mengingatkan kembali hakikat manusia sebagai khalifah.
Ilmu adalah sebuah pemahaman tentang suatu pengetahuan, yang memiliki fungsi untuk mencari, menyelidiki dan menyelesaikan suatu hipotesis. Ilmu juga merupakan suatu pengetahuan yang telah teruji kebenarannya, kemudian pengetahuan itu diselidiki oleh para ahli dengan menggunakan metode-metode tertentu untuk memastikan kebenarannya.
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui atau didasari seseorang yang didapat dari pengalamannya. Pengetahuan belum bisa dikatakan sebagai sebuah ilmu karena kebenarannya belum teruji. Pengetahuan muncul dikarenakan seseorang menemukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah diketahui.
Kata teknologi bermakna mengembangkan dan penerapan berbagai peralatan atau suatu system untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi merupakan hasil olah piker manusia untuk mengembangkan tata cara atau system tertentu dan menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan dalam hidupnya.
Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langakah pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Hubungan agama dan iptek berdasarkan tinjauan ideology yang mendasari hubungan keduanya, terdapat tiga jenis paradigma:
Pertama, paradigma sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideology  sekularisme barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan. Agama hanya dibatasi peranannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum (public).
Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abar 19 di Barat sebagai jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan sebagai standar kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya, dalam ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan.
Kalau konsisten dengan ajaran gereja, menurut Adian Husaini, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible. Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisahkan satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.
Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideology sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada hubungan dan kaitan apapun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekuleristik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi peranannya dalam hubungan vertical antara manusia dan Tuhannya. Sedangkan dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada dan dibuang sama sekali dari kehidupan. Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek
Ketiga, paradigma islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan. Aqidah islam yang terwujud dalam al-Qur’an dan al-Hadits menjadi qa’idah fikriyah, yang menjadi landasan pemikiran dan ilmu pengetahuan.
Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun :



 
 


                                    “Bacalah dengan( menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” (al-‘alaq: 1)
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi pemikirannya itu tidak boleh lepas dari aqidah islam. Karena iqra’ haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.
Rasulullah SAW meletakkan Aqidah Islam yang berasas La ilaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagaipondasi dan standar bagi berbagai pengetahuan. Ini dapat ditunjukan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan.

sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengan-Nya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” (HR. Muslim)
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungan dengan nasib seseorang.
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan dunia islam antara tahun 700-1400 M. pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyur, al-Khawarizmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, aphtamologi, dan kimia, dan masih banyak lagi.

Peran agama Islam dalam perkembangan SAINS dan IPTEK adalah menjadikan aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Namun saat ini, banyak umat islam yang mengikuti paradigma sekuler dan tidak menjadikan aqidah islam sebagai landasan ilmu pengetahuan. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadikan Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadikannya sebagai standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Selain itu, syariat islam yang lahir dari Aqidah Islam dijadikan sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya digunakan umat Islam, bukan standar manfaat pragmatisme/ utilitarianisme seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek IPTEK telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walaupun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit. Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu dua minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan. Tapi di sisi lain, tak jarang IPTEK berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Misalnya, bom atom pada tahun 1945 telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki. Dan juga dengan di temukannya senjata api, hal itu meningkatkan angka kriminalitas seperti perampokan dan pembunuhan. Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Proses kloning inilah yang memberikan dampak paling negatif bagi umat manusia, yaitu menumbuhkan rasa tidak percayanya keberadaan Tuhan sebagai Sang Pencipta karena manusia menggangap bahwa mereka telah sanggup untuk menciptakan dirinya sendiri.
Di sinilah peran agama sebagai pedoman hidup manusia menjadi sangat begitu penting. Agama dapat menuntun kembali manusia agar memperoleh dampak IPTEK yang positif saja, dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin. Namun sekarang ini, posisi agama sangat tertinggal jauh dengan perkembangan IPTEK. Banyak manusia berlomba-lomba untuk melakukan pengembangan IPTEK tanpa diiringi dengan unsur Etika dan Agama. Sedangkan Agama dan IPTEK harus berjalan dengan seirama, karena Agama diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad bertujuan untuk dijadikan pedoman dan mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan manusia lain, dengan makhluk hidup lain, dengan alam dan dengan Tuhan-nya. Jadi apapun kreasi yang diciptakan oleh manusia harus sesuai dengan yang diajarkan oleh agama dan tidak boleh menyimpang.

Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan. Selain itu, syariat islam yang lahir dari Aqidah Islam dijadikan sebagai standar bagi pemanfaatan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari.
Di sinilah peran agama sebagai pedoman hidup manusia menjadi sangat begitu penting. Agama dapat menuntun kembali manusia agar memperoleh dampak IPTEK yang positif saja, dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.

Sumber :
PAI, Tim Dosen. 2013. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas Brawijaya
Kusmiyadi, Eko Alan. Peran Agama dalam Pengembangan Iptek, (online), (http://indo89.wordpress.com/2012/03/29/peran-agama-dalam-pengembangan-iptek/), diakses pada 16 desember 2013

http://www.fakemusic.net/

No comments:

Post a Comment